RIJALUL ANSOR BAWANG

BLOGE WONG ANSOR BAWANG

Selasa, 19 November 2013

KAROMAH SAYYIDAH NAFISAH Perempuan Yahudi Sembuh dari Lumpuh




S
ayyidah Nafisah adalah putri Hasan al-Anwar bin Zaid bin Hasan bin Ali dan Sayyidah Fathimah az-Zahra’, putri Rasulullah saw. Sayyidah Nafisah dilahirkan di Mekah al-Mukarramah, 11 Rabiul Awal 145 H. Pada tahun 150 H, Hasan menjabat sebagai Gubernur Madinah dan ia membawa Sayyidah Nafisah yang baru berusia lima tahun ke Madinah. Di sana Sayyidah Nafisah menghafal Al-Qur’an, mempelajari tafsirnya dan senantiasa menziarahi makam datuknya, Rasulullah saw. Sayyidah Nafisah terkenal zuhud, berpuasa di siang hari dan bangun di malam hari untuk bertahajud dan beribadah kepada Allah SWT. Sayyidah Nafisah mulai umur enam tahun selalu menunaikan shalat fardu dengan teratur bersama kedua orang tuanya di Masjid Nabawi. Sayyidah Nafisah menikah dengan putra pamannya, Ishaq al-Mu’tamin. Pernikahan itu berlangsung pada tanggal 5 Rajab 161 H. Umur Sayyidah Nafisah ketika itu 16 tahun. Ia dikaruniai putra bernama Ummu Kultsum.
Sayyidah Nafisah adalah sosok yang sangat menghormati dan memuliakan tetangga meskipun tetangganya kafir. Dia datang ke Mesir  disaat usianya menginjak 48 tahun. Ia tiba pada hari Sabtu, 26 Ramadan 193 H. Dia tinggal bertetangga dengan keluarga Yahudi yang memiliki seorang anak gadis yang lumpuh. Pada suatu hari, ibu si gadis pergi untuk suatu keperluan. Sang ibu menitipkan anaknya di tempat tetangganya, Sayyidah Nafisah.
Ketika Sayyidah Nafisah berwudhu, air basuhannya jatuh ketempat gadis Yahudi yang lumpuh itu. Tiba-tiba Allah SWT memberi ilham kepada si gadis, agar mengambil air wudhu tersebut sedikit dengan tangannya, dan membasuh kedua kakinya dengan air itu. Maka dengan izin Allah SWT, anak itu dapat berdiri dan lumpuhnya hilang. Saat itu terjadi, Sayyidah Nafisah sudah sibuk dengan shalatnya. Ketika anak itu tau ibunya sudah kembali, dia mendatanginya dengan berlari dan mengisahkan apa yang telah terjadi.
Maka menangislah si ibu karena sangat gembiranya, lalu berkata, “tidak ragu lagi, agama Sayyidah Nafisah yang mulia sungguh-sungguh agama yang benar!.”
Kemudian dia masuk ketempat Sayyidah Nafisah untuk menciumnya. Lalu dia mengucapkan Kalimat Syahadat dengan Ikhlas karena Allah SWT. kemudian datang ayah si gadis yang bernama (Ayub Abu Assaraya), yang merupakan tokoh Yahudi. Ketika dia melihat anak gadisnya telah sembuh, dia pun sangat gembira dan bertanya kepada istrinya tentang sebab kesembuhannya.
Setelah mendengar cerita istrinya, sang ayah mengangkat tangan ke langit dan berkata, “Maha Suci Engkau yang memberikan petunjuk kepada orang yang Engkau kehendaki. Demi Allah SWT, inilah agama yang benar.”
Lalu dia menuju rumah Sayyidah Nafisah dan minta izin untu masuk. Sayyidah Nafisah mengizinkannya. Ayah si gadis itu bicara kepadanya di balik tirai. Dia berterimakasih kepada Sayyidah Nafisah dan menyatakan masuk Islam dengan mengatakan dua Kalimah Syahadat. Kisah ini kemudian menjadi sebab masuk islam-nya sekelompok Yahudi yang lain, yang tinggal bertetangga dengan Sayyidah Nafisah.
Dari penggalan kisah ini, kita dapat mengambil hikmah dalam menyoal kehidupan bertetangga. Kemajemukan agama akan berdampak pada hubungan antar umat beragama. Sayangnya tidak semua orang paham akan pentingnya toleransi antar umat beragama. Kebanyakan orang masih menganggap bahwa agama mereka adalah yang paling benar. Semua agama pasti mengajarkan hal yang baik. Untuk itu kita harus menjaga agar hubungan antar manusia dapat berlangsung dengan baik. Manfaat toleransi beragama adalah antara lain menghindari terjadinya perpecahan dan memperkokoh silaturrahim. Dalam kehidupan sehari-hari tentunya kita saling membutuhkan satu sama lain apalagi dengan tetangga sekitar dimana kemajemukan agama sangat kental. Jika kita tidak menghormati pemeluk agama lain, tentunya kita akan sangat kesulitan jika suatu saat memerlukan bantuan.
Kita juga harus menyadari bahwa kemajemukan agama bukanlah hal yang negative. Justru hal ini memotivasi kita saling terbuka, menghargai, mengakui, berdialog, dan memahami satu sama lain. Hanya dengan menyapa, orang lain akan merasa diakui. Lakukan hal-hal kecil yang selama ini kita anggap remeh tapi sangat berniali bagi orang lain.
Hal-hal kecil tersebut misalnya menyapa, mengundang, dan segala bentuk interaksi lainnya. Bahkan kita pun juga bisa berdialog dalam hal apapun.
Di dalam Al-Qur’an disebutkan “…Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa’, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu…”. (Q.S.An-Nisa’ : 4:36).
Ayat ini menjelaskan tentang betapa pentingnya berbuat baik terhadap orang tua, karib kerabat, anak yatim, fakir miskin, tetangga yang dekat dan jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya. Berbuat baik terhadap tetangga yang dekat dan jauh merupakan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya, karena kita hidup bertetangga dan bermasyarakat dengan orang lain. Apalagi tetangga yang tinggalnya dekat dengan kita, atau berbeda dalam suatu lingkungan rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW) dan sekitarnya.
Nabi saw bersabda, “Tetangga itu tiga : tetangga yang mempunyai satu hak, tetangga yang mempunyai dua hak, dan tetangga yang mempunyai tiga hak. Tetangga yang mempunyai tiga hak, yaitu : tetangga yang mempunyai ikatan kefamilian; golongan tetangga ini mempunyai hak ketetanggaan, hak keislaman dan hak kefamilian. Adapun yang mempunyai dua hak, yaitu : tetangga muslim, golongan ini mempunyai hak ketetanggaan dan hak keislaman. Adapun yang mempunyai satu hak, yaitu tetangga musyrik (bukan muslim)”. Maka, betapa Nabi saw menetapkan bagi musyrik itu hak, disebabkan semata-mata ketetanggaan.
Sesungguhnya Nabi saw bersabda: “Berbaiklah bertetangga dengan orang yang bertetangga dengan engkau, niscaya engkau itu muslim”. Didalam hadits yang lain juga disebutkan, dari Abu Hurairah ra, Nabi saw bersabda, “Tidak akan masuk surga, orang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya”. (HR. Bukhari 606 dan Muslim 46).
Berikan jaminan bahwa tetangga kita merasa nyaman dengan keberadaan kita sebagai tetangganya. Hati-hati, jangan sampai menjadi tukang gosip tetangga, sehingga membuat tetangga kita selalu tidak nyaman ketika bertindak dihadapan kita, karena takut digosipin.
Malaikat Jibril as berwasiat, dari A’isyah ra, Nabi saw menuturkan, “Jibril selalu berpesan kepadaku untuk berbuat baik kepada tetangga, sampai aku mengira, tetangga akan ditetapkan menjadi ahli warisnya”. (HR. Bukhari 6014 dan Muslim 2624). Pesan yang sangat penting, diberikan oleh Malaikat Jibril as kepada manusia terbaik (Rasul Muhammad saw).
Serajin apapun seseorang dalam beribadah, namun dia suka menyakiti tetangga, dia terancam neraka. Dari Abu Hurairah ra, bahwa ada seseorang yang melapor kepada Nabi saw, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya wanita itu rajin shalat, rajin sedekah, rajin puasa. Namun dia suka menyakiti tetangga dengan lisannya.” Nabi saw bersabda, “Dia di neraka”.
Para sahabat bertanya lagi, “Ada wanita yang dikenal jarang berpuasa sunah, jarang shalat sunah, dan dia hanya sedekah dengan sepotong keju. Namun dia tidak pernah menyakiti tetangganya.” Rasulullah saw mengatakan, “Dia ahli surga.” (HR. Ahmad 9675 dan Syuaib Al-Arnauth mengatakan, Sanadnya hasan).

Masrokhan
(Disarikan dari kitab Asy-Sya’rawi : Ana min sulalah Ahl Al-Bait, Karya Sai’id “Ainain).

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More